Setapak P.Brandan,Satu Sejarah,Sejuta Pesan
Jika kita dengar kata “Sejarah” maka dalam benak kita terpikir bahwa Sejarah ialah suatu kejadian nyata masa lalu atau perjalanan panjang masa lampau oleh para generasi sebelumnya atau para leluhur yang diabadikan berupa kisah dengan dibuktikan oleh pelaku dan saksi sejarah(Drs.Zainal Arifin.AKA,2008). Rabinderanad Tagore pernah berkata,”Kekuatan bangsa itu ditentukan oleh pelestarian sejarahnya.”
Pangkalan Brandan merupakan ibu kota Kecamatan Babalan yang berada dalam wilayah Kabupaten Langkat.Pangkalan Brandan berada di pesisir pantai dengan ketinggian 0 – 4 meter dari permukaan laut dan diapit oleh dua buah sungai yaitu Sungai Babalan dan Sungai Lepan.
Saya sangat bangga tinggal di Pangkalan Brandan selain kaya dengan tambang minyaknya tapi juga karena ada persatuan dan kesatuan antara masyarakat sehingga kota Pangkalan Brandan tidak jadi dikuasai oleh negara lain. Pangkalan Brandan mempunyai satu sejarah yang sangat terkenal yaitu dibumihanguskan tambang minyak yang disebut Brandan Bumi Hangus. Dari sekian banyak sejarah tersebut saya akan membahas Brandan Bumi Hangus. Dari berita yang saya dapat,awal mula ceritanya seperti ini :
Tambang Minyak Pangkalan Brandan yang merupakan cikal bakal dunia perminyakan di tanah air, pernah dibumihanguskan .
Kisahnya diawali dengan pasukan Sekutu bersama Belanda yang dikenal dengan sebutan Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947) ke wilayah Sumatera Utara. Pasukan Sekutu yang dikenal dengan nama Komando Batalion 4-2, mengerahkan pasukan infantri didukung satu peleton Carrier, Panser serta satu Detasemen binaan Poh An Tui. Serangan dimulai dari Tandemhilir selanjutnya mengarah menuju Stabat. Setelah berhasil melumpuhkan pasukan pejuang di Stabat, 5 Agustus 1947 pasukan sekutu berhasil melintasi Tanjung Pura dan tertahan di Gebang.Pasukan Sekutu / Belanda keesokan harinya langsung melancarkan serangan menuju arah Pangkalan Brandan.
8 Agustus 1947 , Komando Sektor Barat/ Utara (KSBO) mendapat kabar, pasukan Belanda sedang mempersiapkan serangan besar-besaran, guna merebut tambang minyak, bahkan Radio Hilversum Belanda di Jakarta telah menyiarkan berita propoganda yang menyatakan Pangkalan Brandan telah dikuasai Sekutu.
Sementara itu di Pangkalan Brandan,terjadi gejolak dan kecemasan karena mengetahui sasaran pasukan sekutu berupaya merebut Tambang Minyak tersebut. Karena itu Panglima Devisi X TRI yang berkedudukan di Banda Aceh memerintahkan agar tambang minyak itu dimusnahkan.
11 Agustus 1947, Mayor Nazaruddin selaku Komandan Batalion Pengawal Kereta Api dan Tambang Minyak (TPKA & TM) dan Plaastslijk Militer Comandant (PMC) bersama satu Kompi dari Batalion pimpinan Letnan Ahyar dan laskar rakyat gabungan pimpinan Ahib Lubis, mengeluarkan maklumat yang ditujukan kepada seluruh penduduk tanpa kecuali, untuk meninggalkan Kota Pangkalan Brandan dan sekitarnya selambat-lambatnya 12 Agustus 1947.
Pada hari yang sama jembatan Securai diledakkan, guna menghambat lajunya pasukan Sekutu. Sementara PMC Pangkalan Brandan juga mempersiapkan badan untuk mengurusi pengungsian yang dipimpin Patih Sutan Naposo Parlindungan.
Ketika itu para pejuang yang tergabung dalam Komando Langkat Area bertekad, “Dari Pada Hidup Dibawah Telapak Kaki Penjajah, Lebih Baik Mati Berkalang Tanah demikian pula keberadaan Tambang Minyak Brandan, Dari Pada Dikuasai Penjajah , Lebih Baik Musnah.”
Pembumihangusan tambang minyak Pangkalan Brandan diawali dengan meledakkan tanki-tanki besar, fondasi penyulingan dan gedung gedung perusahaan tambang minyak, sekira pukul. 03:00 dinihari, 13 Agustus 1947, jadilah Brandan Bumi Hangus.(Waspada, 15 Agustus 2011).
Pembakaran tambang minyak tersebut, oleh para pejuang kita terdahulu, harus dimaknai sebagai sebuah simbol perlawanan agar keberadaannya tidak menjadi milik penjajah yang berkehendak menguasai tambang minyak tersebut.
Menurut Ucok Basyir, panggilan akrab untuk H. Syafruddin Basyir, khasanah sejarah, nilai-nilai kejuangan dan cinta tumpah darah yang terkandung dalam Brandan Bumi Hangus ketika itu jauh lebih hebat ketimbang Bandung Lautan Api.
Dari peristiwa yang diuraikan di atas tentunya harapan kepada semua pihak khususnya generasi bangsa,agar dapat memahami serta meneladani sifat perjuangan serta rela mati demi anak cucunya. Namun sejauh mana pula kita mampu mentransferkan ke dalam jiwa sebagai generasi penerus. Dapatkah dan mampukah kita sekarang ini mengorbankan milik dan kepentingan pribadi untuk bangsa? Bung Karno pernah berkata,”Jangan tanya dirimu apa yang kau peroleh dari negara,tapi tanyalah pada dirimu apa yang bisa kamu berikan untuk negara.”
Untuk mengenang pembumihangusan kota Brandan maka lahirlah,”Perda peringatan Bumi Hangus.” yang dilaksanakan setiap tanggal 13 Agustus.Yang diwajibkan menyanyikan lagu yang berjudul Brandan Bumi Hangus.
Kedua gambar tersebut adalah gambar sebelum dan sesudah tambang minyak dibumihanguskan.
Mudah-mudahan dengan penulisan sejarah tragedi Brandan Bumi Hangus setidaknya dapat sedikit getaran hati untuk selalu menjaga sejarah. Kata bijak yang terakhir saya sampaikan ialah JASMERAH “Jangan sampai melupakan sejarah.”